BOM MEGA KUNINGAN & BOM PALESTINA


Sudah hampir sepekan peristiwa bom JW Marriot & Ritz-Carlton di Jakarta, namun media tiada henti meliput berita tersebut. Mulai dari korban tewas, luka-luka, sampai menebak pelaku bom bunuh diri. Bom yang menewaskan 9 orang, puluhan luka-luka itu masih menyisahkan misteri. Bom JW Marriot & Ritz-Carlton Jakarta itu juga tidak menimbulkan histeria massal. Itu karena kita mulai ‘terbiasa’ dengan ‘jebles jeduor’ macam ini. Hanya yang tidak habis pikir, apa alasan bom itu diledakkan?.

Disini penulis tidak akan membahas siapa pelaku bom bunuh diri di Mega Kuningan Jakarta, apalagi memberitahu pelaku (Lha wong penulis juga kagak tahu, he...).
Akan tetapi disini penulis akan membahas mengenai bom bunuh diri di Indonesia dan di Palestina.

Di Palestina, pernah tercatat salah satu dari ribuan bomber yang mensejarah. Dia perempuan yang sangat luar biasa. Selain alasan jihad, secara manusiawi ada rasionalisasi terhadap tindakan harakiri itu. Perbuatan itu, sesadis dan sebarbar apapun masih menyisakan respek. Tapi bom Mega Kuningan?

Nama perempuan istimewa itu adalah Salahiyah. Dia muslimah. Cantik dan taat beribadah. Dia tinggal di kamp pengungsi di Jalur Gaza. Hidup miskin dan tertekan tidak membuatnya menyerah. Dia lawan karena yakin kehidupan indah ada di kehidupan berikutnya.

Anak-anaknya masih kecil. Mereka tidak kolokan. Itu karena sadar di kamp bukan hanya mereka yang susah. Semua tetangga dan kaumnya juga sama. Israel yang represif dan ‘berencana’ melakukan genosida membuat bangsa Palestina harus terus-menerus terlilit bencana.

Salahiyah sangat tegar. Ketegarannya sudah sampai pada tahap nihilis. Tidak beda hidup dan mati. Tidak berjarak duka atau bahagia. Hatinya disemaikan taburan syukur. Dan was-was dianggapnya sebagai ujian menuju kesabaran hakiki, sabar seperti yang dikehendaki Allah SWT.

Salahiyah telah berubah menjadi batu cadas. Angin gurun sedahsyat apa saja tidak mampu menggoyahnya. Itu akibat harmonisasi keluarga yang terkoyak. Suami dan anak-anaknya yang kecil berantakan saat bom menyulap tubuh suaminya jadi serpihan yang tidak bisa dikenali. Di usianya yang masih muda Salahiyah menjadi janda dengan tiga balita dan tanpa sanak-saudara.

Pasca SYAHID nya sang suami, di musim kerontang, Salahiyah berjalan menuju wilayah Mesir. Menimba air bagi anak-anak nya yang dahaga. Di tengah hujan bom, perempuan ini melintasi kawasan tandus. Dan demi belahan jiwa dia melupakan nyawanya.

Kalau hari lagi sepi gempuran, sehabis shalat subuh Salahiyah mengais rejeki ke pasar. Jualan kurma, dan hasilnya ditukar dengan makanan buat sang anak tercinta. Siklus itu rutin salahiyah lakukan. Tanpa keluh kesah dia banting tulang dan membagi kasih sayang kepada anak-anaknya.

Waktu merangkak. Anak lelakinya sudah mulai bisa bermain. Mainan di ‘medan perang’ adalah melempari tentara Israel, memasang bom rakitan, dan menyusup untuk meledakkan tank-tank dan tentara israel. Dari pagi hingga matahari surut anak-anak itu menantang maut. Dan jika Isya' belum pulang, itu pertanda anak-anak itu sudah menghadap Tuhan-Nya, Allah SWT. Dia mati ditembak tentara.

Batin Salahiyah terpompa dengan kejadian itu. Saban hari dan saban waktu, sebagai ibu dia tidak tega melihat anak-anaknya bergumul dengan bahaya. Tapi adakah hanya anaknya yang menantang maut? Bagaimana dengan dirinya? Bagaimana pula dengan kaumnya yang terus dihujani bom dan tembakan tanpa kenal musim itu?

Ketika umur anaknya belasan tahun, tahapan lain harus dilalui. Mereka siap menjadi martir. Memantapkan keimanan untuk menjadi ‘mesin perang’. Maka saat purnama menerangi gurun dan sang anak yang beranjak remaja itu bersimpuh, Salahiyah paham. Itu saatnya dia harus melepas buah hatinya untuk menyumbangkan satu-satunya nyawa yang dia punya.

Sejak itu kabar Karim, anak lelakinya hanya sayup-sayup sampai. Salahiyah cuma berdoa agar umur anaknya agak panjang. Namun itu hanya harapan. Saat kamp dibombardir mortir, buah hati yang tersisa tergolek tak bernyawa. Mereka mati di antara puing-puing reruntuhan. Peristiwa tragis itu disusul berita kematian Karim yang meledakkan tubuhnya di pos penjagaan Israel.

Salahiyah tidak menangis. Dia hanya menggigit bibirnya. Air bening meleleh dari kelopak matanya. Dia kini sendiri. Suami, saudara, dan anak-anaknya begitu cepat meninggalkan dunia ini. Terpaan itu membuatnya bergabung dengan gerakan intifadah.

Salahiyah berubah menjadi macan betina. Bom demi bom diledakkan. Dia ditakuti lawan dan disegani kawan. Salahiyah melakukan jihad fi sabilillah, insya Allah. Kenapa Salahiyah dan para Muslim dan Muslimah di Palestina melakukan demikian? Karena negara mereka, Palestina dijajah dan dibombardir oleh Israel. Dan kenapa SIPIL maupun MILITER Israel layak untuk dibom? Karena tidak ada perbedaan antara SIPIL dan MILITER di Israel. Artinya, semua penduduk di Israel adalah berjiwa MILITER atau berwatak PERANG. Setidaknya, Salahiyah sudah melakukan HABLUM MINANNAS, yaitu dengan merawat anak-anaknya. Dan HABLUM MINALLAH, dengan memberikan pengorbanan yang paling tinggi kepada Allah SWT dengan mengorbankan nyawa untuk negara yang di cintainya. Tapi dengan bom Mega Kuningan? Naudzubillah hi Mindzalik !

Bagaimana komentar Anda?

Comments :

4 komentar to “BOM MEGA KUNINGAN & BOM PALESTINA”
imulbenk mengatakan...
on 

Pertamax....
postingan yang mantap sob...

Unknown mengatakan...
on 

kok mirip postingannya Djoko suud sukahar di detiknews ya?

http://www.detiknews.com/read/2009/07/22/151259/1169512/103/bom-naudzubillah-si-cantik-salahiyah

mohon maaf konfirmasi saja..trims

Ficky Fauzie mengatakan...
on 

klo di palestina jelas klo mau jihad. yg dilawan kan zionis israel. klo di indonesia lum jelas jihadnya... nice post

mrberett mengatakan...
on 

kagum dengan keberanian salahiyah...
sangat kasihan dengan saudara-saudara disana

Pengikut