Bersamaan perkembangan zaman, kaum perempuan boleh berbahagia, karena peluang mereka untuk mengaktulisasikan dirinya makin terbuka lebar. Kita melihat makin banyak perempuan-perempuan yang bekerja di luar rumah sebagai "wanita karir".
Mereka bisa sukses di bidangnya masing-masing dan kita pun dibuat terkagum-kagum pada kaum hawa yang berhasil menduduki "posisi penting" dalam berbagai organisasi. Tapi tak banyak kaum wanita yang menyadari berapa harga yang harus mereka bayar baik secara psikologi, biologi dan sosial demi mengejar predikat wanita karir yang sukses?
Menjadi wanita karir sudah menjadi hal yang lumrah di jaman modern seperti sekarang ini dan ada istilah perempuan tanpa karir, ibarat ikan tanpa air.
Pertanyaan yang mencuat di kalangan kaum perempuan yang kritis adalah, apakah menjadi wanita karir merupakan kebebasan yang hakiki buat kaum perempuan atau hanya manipulasi dan eksploitasi terselubung terhadap kaum perempuan?.
Makin banyaknya perempuan yang berkarir menimbulkan dampak sosial yang cukup serius. Di Eropa misalnya, belakangan ini menyuarakan kekhawatirannya atas semakin banyaknya perempuan Eropa yang lebih memilih karir, dan telah menyebabkan turunnya tingkat kesuburan perempuan di benua itu dan berdampak pada cepatnya penurunan populasi usia kerja. Kaum perempuan di Eropa ternyata lebih senang "merawat karirnya" ketimbang menjalankan apa yang menjadi insting kaum perempuan untuk merawat dan mendidik anak-anak.
Seorang wanita karir bisa memiliki apa saja, tapi sesungguhnya mereka tidak punya kehidupan. Seorang edtitor desk politik di Observer. Hinsliff memilih meninggalkan karirnya yang sudah mapan agar lebih bisa menghabiskan banyak waktu dengan anak lelakinya yang berusia dua tahun.
Hinsliff dengan berani mengungkapkan kegalauannya ketika harus menggabungkan antara bekerja dan keluarga dan ia mewakili penderitaan banyak wanita karir yang selama ini tak bisa mereka ungkapkan.
Di satu sisi para wanita karir itu berjuang mengejar karirnya, di sisi lain mereka berjuang untuk mendapatkan kembali kehidupan mereka sebagai perempuan dan sebagai ibu serta merawat anak-anak mereka agar tumbuh menjadi manusia yang seimbang.
Hinsliff, tanpa diduga mendapat dukungan atas keputusannya itu dari sejumlah wanita karir yang sukses. Salah satu komentar yang ditulis untuk Hinsliff antara lain,"Ini benar-benar membuat mata kita terbuka, tetapi masyarakat menilai perempuan berdasarkan prestasi kerja mereka, tidak pernah prestasi mereka sebagai ibu.
Suka Duka Wanita Karir
Abdul Rochim, Selasa, 29 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Memang ada + dan - wanita karir. Hal yg penting: karir sesuai dg fitrah wanita, ssuai prinsip agama dan tidak mengganggu peran sbg ibu.
Asal bisa menyeimbangkan antara kedua hal tersebut sich bagi saya gak ada mslh bang asalkan para wanita tersebut bisa membagi waktu sesuai dengan fitrah mereka...:D